Selama setahun terakhir, nama Prabowo Subianto ramai disorot oleh media asing. Banyak hal yang disorot, terutama terkait kemenangannya dalam pemilihan presiden RI pada Februari lalu dan beberapa kebijakan yang ia ambil.
Berikut rangkuman media asing yang sempat menyoroti Prabowo, seperti dihimpun CNBC Indonesia dari berbagai sumber pada Sabtu (28/12/2024).
Debat Capres 2024
Prabowo sempat mendapat sorotan dan kecaman media asing pasca debat final capres pada 5 Februari 2024.
Media asing AFP, dalam artikelnya ‘Indonesia presidential front runner draws fire in final debate‘ pada Minggu (5/2/2024) mengatakan Prabowo mendapatkan kecaman karena jawabannya mengenai berbagai isu selama debat, mulai dari hak-hak perempuan hingga pernyataan tentang kecerdasan pemilih.
“Kandidat yang terpilih untuk ketiga kalinya dan Menteri Pertahanan saat ini, Prabowo Subianto, unggul dalam jajak pendapat, memperlebar kesenjangan sejak memilih putra sulung Widodo, Gibran Rakabuming Raka, sebagai pasangannya tahun lalu,” demikian menurut media tersebut
“Namun dalam tiga debat terakhir, ia dikritik oleh mantan Gubernur Jakarta Anies Baswedan dan mantan Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo, yang menurut jajak pendapat bersaing ketat dalam kemungkinan pemilihan putaran kedua melawan Subianto.”
Dalam debat tersebut, Ganjar mengkritik Prabowo dengan mengatakan bahwa orang-orang yang menginginkan internet gratis daripada makan siang gratis, yang merupakan kebijakan utama Prabowo, adalah orang yang tidak cerdas.
Acara Kebebasan Pers
Prabowo juga sempat disoroti media asing lantaran tidak hadir dalam acara kebebasan pers. Hal ini dilaporkan oleh media asing Reuters melalui artikel berjudul ‘Indonesia presidential frontrunner skips press freedom event’ yang diterbitkan Minggu (11/2/2024).
“Dua dari tiga calon presiden Indonesia berjanji untuk melindungi kebebasan pers di negara demokrasi terbesar ketiga di dunia itu pada acara akhir pekan,” lapor media tersebut.
“Peristiwa ini terjadi hanya beberapa hari menjelang pemilu tanggal 14 Februari, dan ketika sebagian masyarakat Indonesia menyuarakan keprihatinan atas terkikisnya kebebasan demokratis yang telah diperoleh dengan susah payah di negara ini.”
Pada hari terakhir kampanye pada Sabtu (10/11/2023), capres nomor urut 1 Anies Baswedan dan Ganjar menandatangani pernyataan tertulis Dewan Pers Nasional untuk menegakkan demokrasi dan kebebasan pers.
“Tidak jelas apakah Prabowo, yang pada acara hari Sabtu diwakili oleh ketua tim kampanyenya, menandatangani deklarasi tersebut. Tim kampanyenya tidak menanggapi pertanyaan mengenai masalah ini,” lapor media tersebut.
Ketua tim kampanye Prabowo, Rosan Roeslani, mengatakan pada acara tersebut bahwa “Kebebasan pers adalah sesuatu yang mutlak harus kita pertahankan dan tingkatkan… karena kebebasan pers adalah salah satu ujung tombak demokrasi kita.”
Namun Rosan tidak menjelaskan ketidakhadiran Prabowo dalam acara tersebut.
Dugaan Kasus Masa Lalu
Media asal Inggris, The Guardian, mengatakan bahwa kemenangan Prabowo menandai babak kelam dalam sejarah. Ini disebabkan masa lalu Prabowo yang sering dikaitkan dengan peristiwa pelanggaran HAM.
“‘Musim dingin akan datang’, apapun namanya. Tetapi perjuangan harus terus berlanjut… semua pelaku harus diadili,” kata Usman Hamid, direktur eksekutif Amnesty International Indonesia, dalam pemberitaan Kamis (16/2/2024).
Prabowo, mantan menantu Soeharto, pernah menjadi komandan Kopassus yang. Namun ia diberhentikan dari militer setelah diikaitkan pada kasus penculikan para aktivis politik pada 1998.
Prabowo selalu membantah melakukan kesalahan dan tidak pernah dituntut sehubungan dengan tuduhan tersebut, meskipun beberapa anak buahnya telah diadili dan dinyatakan bersalah.
The Guardian juga menyinggung Prabowo yang dituduh terlibat dalam kasus pelanggaran hak asasi manusia di Papua dan Timor-Leste, yang juga selalu dibantah.
Kepemimpinan Prabowo
Banyak opini di media asing yang menyoroti kepemimpinan Prabowo pascadilantik pada 20 Oktober lalu. Tak sedikit menyebut ia akan menghadapi tantangan pembangunan yang signifikan.
Salah satu opini ditulis oleh Yanuar Nugroho adalah Peneliti Senior Tamu di ISEAS – Yusof Ishak Institute, Singapura dan Dosen Senior di Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara, Jakarta, Indonesia. Ini dimuat oleh media asing Channel News Asia dengan judul ‘Anticipating the first moves of Indonesia president-elect Prabowo‘ pada Rabu (16/10/2024).
“Pertanyaan terbesarnya adalah, bagaimana Prabowo akan memimpin negara ini? Meskipun jawaban pasti akan diketahui pada waktunya, ada baiknya untuk mengantisipasi empat area ketegangan dan tantangan,” demikian isi artikel tersebut.
Ada rumor tentang komposisi Kabinet, yang sebagian dianggap bermasalah karena antisipasi bahwa Kabinet Prabowo akan jauh lebih besar daripada Kabinet Jokowi.
Undang-Undang Menteri yang baru, yang disahkan pada 20 September, menghapus batasan 34 untuk posisi Kabinet, sehingga memungkinkan presiden mendatang memiliki kebebasan.
“Perluasan tersebut dapat berarti bahwa Kabinet dapat mengalami koordinasi yang tidak efektif. Yang lebih penting, setiap pengaturan kelembagaan lembaga negara yang baru atau bahkan yang direstrukturisasi akan memakan waktu yang cukup lama,” menurut tulisan Yanuar.
Akibatnya, Kabinet baru tidak akan dapat langsung menjalankan program-program yang dijanjikan Prabowo. Pada tataran substantif atau teknokratis, Kabinet yang lebih besar akan mengencerkan fokus kebijakan, dengan para menteri yang mengejar agenda mereka sendiri daripada prioritas nasional.
Dengan memasukkan tokoh-tokoh politik utama dalam kabinetnya, Prabowo mungkin dapat memperoleh keuntungan politik dan menciptakan front yang lebih bersatu di parlemen, terutama jika ia menawarkan posisi Kabinet kepada Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P).
“Kita mungkin mengetahui komposisi Kabinet sebelum Hari Pelantikan, tetapi beberapa laporan spekulatif menyebutkan beberapa loyalis yang dapat memainkan peran penting,” ujar Yanuar.