Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan sebagian gugatan uji materi terhadap Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja yang diajukan Partai Buruh dkk. Salah satu amar putusan MK tersebut menyangkut soal mekanisme Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) yang diatur dalam Pasal 151 ayat (4) dalam Pasal 81 angka 40 Lampiran UU Ciptaker.
MK menyatakan frasa yang terkandung dalam pasal itu bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945. Adapun frasa yang dianggap bertentangan oleh MK itu berbunyi ‘pemutusan hubungan kerja dilakukan melalui tahap berikutnya sesuai dengan mekanisme penyelesaian hubungan industrial’.
“Menyatakan frasa ‘pemutusan hubungan kerja dilakukan melalui tahap berikutnya sesuai dengan mekanisme penyelesaian perselisihan hubungan industrial’ dalam Pasal 151 ayat (4) dalam Pasal 81 angka 40 Lampiran UU Ciptaker bertentangan dengan UUD 1945,” seperti dikutip dari salinan putusan MK, dikutip Senin, (4/11/2024).
Sebagaimana diketahui, Pasal 151 ayat (4) UU Cipta Kerja ini mengatur tentang pekerja yang sudah diberitahu terkena PHK, namun menolak keputusan tersebut. Ketika perundingan bipartit antara perusahaan dan pekerja/serikat pekerja berakhir buntu, maka keputusan PHK harus dilakukan melalui penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial.
Dalam putusannya, MK mengubah bunyi pasal tersebut dengan memperjelas mekanisme yang harus ditempuh ketika perusahaan ingin memecat seseorang. MK menyatakan Pemutusan Hubungan Kerja itu hanya bisa dilakukan setelah lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial memberikan keputusan yang mengikat.
“…tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai, ‘Dalam hal perundingan bipartit sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak mendapatkan kesepakatan maka Pemutusan Hubungan Kerja hanya dapat dilakukan setelah memperoleh penetapan dari lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial yang putusannya telah berkekuatan hukum tetap,” tulis MK.