Menteri Perindustrian (Menperin) Agus Gumiwang Kartasasmita sepertinya tak masalah dengan anggaran kementeriannya yang terpangkas 34% di tahun 2025 nanti. Dia mengatakan, anggaran bukan segala-galanya.
Dalam keterangan resminya, Agus mengungkapkan, Kementerian Perindustrian (Kemenperin) memiliki pagu alokasi anggaran pada tahun 2025 sebesar Rp2,51 triliun. Angka ini turun 34% dibandingkan anggaran tahun 2024 yang mencapai Rp3,83 triliun.
Memang, imbuh dia, anggaran adalah hal yang penting dan merupakan kunci. Hal itu disampaikannya Rapat Kerja dengan Komisi VII DPR RI di Jakarta, Selasa (12/11/2024).
“Sebagai kementerian yang memiliki tugas dan fungsi membina, membangun, menumbuhkembangkan industri manufaktur di Indonesia, Kemenperin memandang ada instrumen-instrumen lain yang bisa digunakan oleh legislatif dan eksekutif bagi penumbuhan industri manufaktur,” kata Agus, dikutip Rabu (13/11/2024).
“Karena kita ketahui berdasarkan semua data, industri masih memberikan kontribusi paling besar terhadap perekonomian nasional. Hal ini sejalan dengan target dari pemerintahan Bapak Presiden Prabowo, untuk memacu pertumbuhan ekonomi bisa sampai 8 persen,” ucapnya.
Disebutkan, Komisi VII DPR RI memang menyarankan penambahan anggaran Kemenperin untuk tahun 2024. Namun, Agus merespons dengan menyampaikan, membangun industri tidak hanya berkaitan dengan berapa besar APBN. Namun, harus melihat regulasi-regulasi yang ada.
“Terima kasih kepada Komisi VII DPR RI yang sudah memperjuangkan Rancangan Undang-Undang (RUU) Industri menjadi prioritas pembahasan di Badan Legislatif,” imbuh dia.
“RUU Perindustrian bisa menjadi game changer dalam membina industri. Karena saat ini banyak hal diatur dalam UU sektoral, juga kebijakan di Kementerian/Lembaga lainnya, yang bisa dikatakan tidak terlalu bersahabat dengan upaya kita mendukung dan menumbuhkembangkan manufaktur,” tukas Agus.
Deret Program Kena Dampak Penurunan Anggaran Kemenperin
Sementara itu, Agus mengakui, anggaran Kemenperin yang turun 34% di tahun 2025 akan berdampak signifikan terhadap pelaksanaan beberapa program prioritas dalam pengembangan sektor industri di Indonesia.
“Program prioritas itu antara lain pendampingan teknis implementasi pemenuhan persyaratan standar industri hijau untuk 25 perusahaan yang belum dapat dibiayai. Jadi, penurunan anggaran ini berdampak pada pengurangan 25 perusahaan yang kami tidak bisa biayai untuk program ini,” ungkapnya.
Juga, akan berdampak pada program fasilitasi dan pembinaan industri halal, yang hanya bisa dilaksanakan untuk 1.000 industri dari total target sebanyak 6.000 industri.
Serta, upaya penumbuhan wirausaha baru (WUB) menjadi hanya dapat diberikan kepada 1.365 pelaku industri kecil dan menengah (IKM) dari total kebutuhan sebanyak 3.906 IKM.
Dampak lain, jelasnya, program pelatihan vokasi sistem 3in1, yang hanya teralokasikan untuk 1.070 peserta dari total kebutuhan sebanyak 25.170 orang. Kemudian, dalam penyelenggaraan pendidikan vokasi di Politeknik atau Akom milik Kemenperin, hanya teralokasikan untuk 2.537 mahasiswa sehingga 10.096 mahasiswa belum dapat dibiayai pada tahun depan. Sedangkan, di tingkat SMK, hanya teralokasikan untuk 1.712 siswa sehingga 6.763 siswa yang belum dapat dibiayai di tahun 2025.
“Terkait program restrukturisasi permesinan di industri besar dan IKM, untuk peningkatan teknologi, hanya dapat diberikan kepada 73 perusahaan dari total kebutuhan sebanyak 422 perusahaan, termasuk IKM,” beber Agus.
Dampak berikutnya adalah fasilitasi sertifikasi TKDN produk dalam negeri, akan mengalami penurunan pada penerimanya. Akibatnya, tahun 2025 diperkirakan hanya dapat diberikan untuk 875 sertifikat produk dari total kebutuhan 3.375 sertifikat produk.
Penurunan anggaran ini berdampak pula pada program pendampingan pemenuhan dan kepatuhan kawasan industri terhadap regulasi yang berlaku serta penyusunan regulasi turunan PP Perwilayahan Industri, yang juga belum dapat dibiayai untuk tahun depan.