Harga emas terpantau berada di jalur negatif, akan tetapi harga emas masih berada di area konsolidasinya dan bertahan di level US$2.500 per troy ons. Harga emas turun setelah indeks dolar Amerika Serikat (AS) dan imbal hasil treasury AS sama-sama menguat.
Pada perdagangan Jumat (30/8/2024) harga emas di pasar spot ditutup melemah 0,72%% di level US$ 2.503,03 per troy ons.
Sementara, hingga pukul 06.53 WIB Senin (2/9/2024), harga emas di pasar spot bergerak lebih rendah atau turun 0,02% di posisi US$ 2.502,49 per troy ons.
Harga emas merosot nyaris 1% pada perdagangan Jumat karena penguatan indeks dolar AS dan imbal hasil Treasury AS setelah data inflasi AS sesuai dengan ekspektasi. Namun, emas batangan diprediksi tetap berada di jalur yang tinggi karena optimisme pemangkasan suku oleh The Federal Reserve (The Fed) pada bulan ini.
Pada perdagangan akhir pekan lalu, Jumat (309/8/2024), indeks dolar AS menguat ke 101,698 atau rekor terkuatnya sejak 19 Agustus 2024. Begitu juga dengan imbal hasil Treasury AS 10 tahun yang melesat 3,91% di level 3,91% atau terkuat sejak 9 Agustus 2024.
Penguatan dolar AS dan imbal hasil US Treasury berdampak negatif ke emas. Pembelian emas dikonversi ke dolar sehingga kenaikan dolar AS membuat emas menjadi makin mahal untuk dibeli sehingga mengurangi pembelian.
Emas juga tidak menawarkan imbal hasil sehingga kenaikan imbal hasil US Treasury membuat emas kurang menarik.
Dolar dan imbal hasil US Treasury naik mengikuti indikator ekonomi AS.
Departemen Perdagangan melaporkan pada Jumat mengumumkan indeks harga pengeluaran konsumsi pribadi (PCE) AS naik 0,2% secara bulanan tersebut dan naik 2,5% dari periode yang sama tahun lalu, namun tidak berubah dari periode Juni 2024 sebesar 2,5%. Angka tersebut persis sesuai dengan estimasi konsensus Dow Jones.
Tidak termasuk harga pangan dan energi yang fluktuatif, PCE inti juga naik 0,2% untuk bulan tersebut tetapi naik 2,6% dari tahun lalu, akan tetapi sedikit lebih rendah dari estimasi 2,7%.
Dalam beberapa hari terakhir, para pembuat kebijakan seperti Ketua bank sentral AS The Federal Reserve (The Fed) Jerome Powell telah menyatakan keyakinannya bahwa inflasi kembali ke target 2% yang ditetapkan The Fed.
The Fed kini diharapkan beralih fokus dari data inflasi ke data pasar tenaga kerja. Meskipun tingkat pengangguran AS masih rendah di angka 4,3%, angka tersebut telah meningkat selama setahun terakhir, dan survei menunjukkan perlambatan dalam perekrutan dan persepsi di antara para pekerja bahwa pekerjaan semakin sulit didapat.
Selain itu, saat ini investor menantikan laporan penggajian nonpertanian AS yang akan dirilis pada pekan ini.
“Minggu depan kita akan menjadi saksi apakah The Fed akan melakukan pemotongan suku bunga sebesar 50 atau 25 basis poin pada pertemuan bulan September,” seru Phillip Streible, kepala strategi pasar di Blue Line Futures, kepada Reuters.
Adapun, menurut alat CME FedWatch, para pelaku pasar sedikit menaikkan taruhan penurunan suku bunga sebesar 25 basis poin oleh The Fed pada bulan ini menjadi 69%, dengan kemungkinan pemotongan sebesar 50 basis poin turun menjadi 31% setelah rilisnya laporan inflasi.
Permintaan fisik tetap lesu di antara konsumen utama Asia karena kuota impor menggagalkan peningkatan permintaan China.