
Tantangan ekonomi global dan dalam negeri di depan mata, tak terkecuali bagi industri perbankan. Penyaluran kredit dibayang-bayangi oleh menurunnya permintaan dan perburukan kualitas, akibat daya beli dalam negeri yang lemah, kebijakan Tarif Presiden AS Donald Trump, serta pelemahan nilai tukar rupiah.
Ekonom LPPI, Ryan Kiryanto mengatakan industri perbankan harus betul-betul waspada menyikapi situasi ekonomi ini. Menurutnya, perbankan perlu melakukan rekalkulasi strategi pengembangan bisnis, dengan menerapkan strategi mitigasi risiko kredit yang lebih prudent.
“Pertama, dalam rangka penyaluran kredit baru, harus lebih prudent. Kemudian, terhadap kredit-kredit yang existing, kredit-kredit yang berjalan, juga harus direview lebih ketat,” ujar Ryan saat dihubungi CNBC Indonesia, Rabu (9/4/2025).
Ia mengatakan dalam situasi ekonomi yang sedang “gloomy” ini, perbankan harus berhati-hati dalam menjaga kualitas aset kreditnya. “Istilahnya harus lebih prudent. Nggak cukup [hanya] prudent, lebih prudent,” kata Ryan.
Para bankir pun menyampaikan strateginya dalam menjalankan fungsi intermediasi di tengah keadaan yang penuh gejolak ini.
Senada dengan Ryan, CIMB Niaga (BNGA) menyatakan bakal lebih prudent dalam penyaluran kredit. Presiden Direktur CIMB Niaga, Lani Darmawan mengatakan pihaknya juga komunikatif dengan para nasabah, termasuk para debitur terkait kondisi saat ini.
“Kami akan lebih prudent dalam menjalankan kegiatan. Dan yang utama adalah terus berkomunikasi aktif dengan para nasabah terutama nasabah loan untuk bisa memahami kondisi di lapangan, sehingga kami bisa mengantisipasi,” kata Lani saat dihubungi CNBC Indonesia, Rabu (9/4/2025).
Ia menambahkan, fokus utama bank swasta terbesar kedua RI itu adalah menjaga likuiditas.
Sementara itu, Corporate Secretary Bank Mandiri (BMRI) M. Ashidiq Iswara mengatakan seluruh keputusan pemberian kredit telah didasarkan pada asesmen risiko yang mendalam, mencakup analisa kondisi keuangan, prospek usaha, potensi pengembalian dari debitur, likuiditas serta kondisi pasar. Ia mengatakan bank pelat merah itu berkomitmen untuk menjaga keseimbangan antara ekspansi bisnis dan keberlanjutan bisnis.
Terkait risiko kredit dari global, Ashidiq mengatakan Bank Mandiri telah melakukan analisa mendalam berdasarkan berbagai skenario untuk memitigasi berbagai risiko yang ada melalui uji Stress Testing dan Sensitivity Analysis untuk memutuskan action plan lebih lanjut. Selain itu, dalam menjaga kualitas aset, Bank Mandiri telah menerapkan strategi mitigasi dan diversifikasi portfolio.
“Saat ini, Bank Mandiri telah memiliki tools atau langkah strategis berupa Loan Portfolio Guideline yang terdiri dari Industry Class, Industry Acceptance Criteria dan Industry Limit. Industry Class digunakan pada proses front end kredit untuk dapat menyeleksi sektor-sektor yang prospektif, sedangkan Industry Acceptance Criteria digunakan untuk menyeleksi winner player di suatu sektor,” terangnya kepada CNBC Indonesia, Kamis (10/4/2025).
Sementara itu, bank swasta terbesar RI, Bank Central Asia (BCA) memilih untuk berfokus pada fundamental bisnis perusahaan, serta tetap mengambil langkah yang prudent dalam menghadapi dinamika makro ekonomi saat ini. EVP Corporate Communication & Social Responsibility BCA Hera F. Haryn mengatakan pihaknya juga menjaga permodalan dan likuiditas untuk mendukung pertumbuhan kredit.
“BCA terus melakukan monitoring risiko konsentrasi kredit termasuk penggunaan limit kredit dan kualitas portofolionya, serta melakukan evaluasi sektor industri dengan pertimbangan prospek/kinerja usaha dan penetapan limit untuk pembiayaan tertentu yang disesuaikan dengan tingkat risiko,” ujar Hera kepada CNBC Indonesia, Rabu (9/4/2025).
Selain itu, BCA juga menerapkan Early Warning System dalam rangka mendeteksi potensi debitur bermasalah, untuk dilakukan langkah-langkah mitigasi selanjutnya guna meminimalkan risiko kredit bermasalah.