Bursa Efek Indonesia (BEI) mengetatkan seleksi calon emiten yang akan melakukan penawaran umum perdana saham atau initial public offering (IPO) setelah mencuatnya kasus suap terkait proses initial public offering (IPO).
Direktur Penilaian Perusahaan BEI I Gede Nyoman Yetna menyampaikan, sejauh ini sudah ada 40% perusahaan yang mengajukan pencatatan perdana alias IPO-nya. Hal ini dilakukan setelah bursa melaksanakan evaluasi terhadpa perusahaan tersebut.
“Walaupun sudah memenuhi persyaratan, saat ini relatif sekitar 40 persen yang ditolak oleh bursa karena kami melakukan evaluasi dengan seksama,” ujar Nyoman kepada wartawan pada Selasa, (8/10/2024).
Calon emiten yang ditolak tersebut kebanyakan memiliki masalah isu going concern. Nyoman mengatakan, pihaknya selalu ingin memastikan para calon emiten mengenai kelanjutan usaha dan memberikan dampak positif ke pasar modal.
Selain alasan tersebut, bisnis model calon emiten juga menjadi salah satu penyebab penolakan IPO. Menurutnya, bisnis model merupakan suatu hal yang penting untuk memastikan kegiatan usaha calon perusahaan tercatat berkelanjutan.
Terbaru, per Jumat, 4 Oktober 2024, BEI mengungkap 30 calon emiten berada dalam daftar atau pipeline penawaran umum perdana saham (initial public offering/IPO). Direktur Penilaian Perusahaan BEI I Gede Nyoman Yetna menuturkan, dari 34 calon perusahaan tercatat tersebut, 14 perusahaan memiliki aset skala besar, atau di atas Rp250 miliar.
Sebelumnya, beredar surat terkait penemuan pelanggaran oleh oknum lima karyawan BEI terkait permintaan imbalan dan gratifikasi atas jasa pencatatan saham perdana. Informasi tersebut telah beredar di kalangan pasar modal.
Dalam surat tersebut, tertulis oknum karyawan tersebut membantu memutuskan proses penerimaan calon emiten untuk dapat listing dan diperdagangkan sahamnya di bursa.
Praktik oleh oknum karyawan penilaian perusahaan tersebut dikabarkan telah berjalan beberapa tahun dan melibatkan beberapa emiten yang saat ini telah tercatat sahamnya di bursa, dengan nilai uang imbalan berkisar ratusan juta sampai miliaran rupiah per emiten.
Melalui praktik terorganisir ini, bahkan para oknum tersebut kabarnya membentuk suatu perusahaan jasa penasehat yang pada saat dilakukan pemerikasaan ditemukan sejumlah akumulasi dana sekitar Rp 20 miliar.
Manajemen BEI pun membenarkan terkait pemberitaan yang beredar di masyarakat bahwa telah terjadi pelanggaran etika yang melibatkan oknum karyawan. Namun, oknum tersebut telah dipecat sesuai dengan aturan yang berlaku.
“Berdasarkan pelanggaran tersebut, BEI telah melakukan tindakan disiplin yang sesuai dengan prosedur serta kebijakan yang berlaku,” tulis manajemen BEI dalam keterangan tertulis, Selasa (27/8/2024).