
Dewan Perempuan Internasional (International Council of Women/ICW) menyatakan bahwa kegiatan bertajuk “Bangga Berkebaya” yang diselenggarakan di Lapangan Brahma, Candi Prambanan, Yogyakarta merupakan upaya untuk memperkuat solidaritas dan peran aktif perempuan dalam pelestarian warisan budaya bangsa.
“Peringatan tersebut juga bermakna khusus karena beliau adalah pemimpin perempuan pertama yang menyelenggarakan peringatan Hari Kebaya Nasional secara nasional pada tahun 2024,” kata Wakil Ketua ICW Giwo Rubianto Wiyogo dalam keterangan yang dikonfirmasi di Jakarta, Kamis.
Dalam penyelenggaraannya hari ini, Giwo mengatakan peringatan Hari Kebaya Nasional Tahun ini memiliki makna khusus karena kebaya telah diakui sebagai Warisan Budaya Takbenda oleh UNESCO.
Pengakuan ini merupakan hasil kolaborasi lima negara Asia Tenggara Indonesia, Brunei Darussalam, Malaysia, Singapura, dan Thailand dan menjadi pencapaian penting dalam diplomasi budaya serta pengakuan internasional terhadap nilai-nilai luhur yang dikandung oleh kebaya.
“Melalui kegiatan “Bangga Berkebaya”, kita diajak untuk tidak hanya merayakan kebaya sebagai busana tradisional, tetapi juga menjadikannya bagian dari kehidupan sehari-hari melalui gerakan seperti Selasa Berkebaya,” ujar dia.
Ia menyampaikan gerakan itu menjadi bentuk nyata dari pelestarian budaya yang adaptif terhadap zaman. Dengan mengenakan kebaya, perempuan tidak hanya menjaga tradisi, tetapi juga menegaskan identitas, kemandirian, dan kebanggaan perempuan Indonesia yang terus bergerak maju dalam menghadapi tantangan dunia modern.
Berikutnya Giwo menyampaikan bahwa setiap pihak perlu ingat bahwa hari spesial itu merupakan bukti perjuangan atas kebaya yang penetapannya berdasarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2023, yang menjadi bentuk penghormatan terhadap kebaya yang kaya akan nilai historis, filosofis, dan jati diri perempuan Indonesia.
Penetapan tanggal 24 Juli sendiri merujuk pada peristiwa bersejarah Kongres Perempuan Indonesia ke-X yang dilaksanakan di Istora Senayan, Jakarta, di mana Presiden Soekarno saat itu menegaskan bahwa revolusi Indonesia tidak akan berhasil tanpa keterlibatan perempuan.
Dalam kongres tersebut, seluruh peserta perempuan mengenakan kebaya, yang menegaskan bahwa kebaya telah menjadi simbol pergerakan perempuan dan perjuangan bangsa.