Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia menceritakan pengalamannya semasa masih menjadi pengusaha di Papua pada tahun 2007 silam. Salah satunya terkait tingginya harga Bahan Bakar Minyak (BBM) di wilayah tersebut.
Menurut Bahlil, sebelum adanya program BBM satu harga, masyarakat di Papua harus mengeluarkan uang lebih banyak untuk membeli BBM. Ia lantas menceritakan pengalamannya di tahun 2007 saat membeli BBM di Wamena, yang mencapai puluhan ribu rupiah per liter.
“Di Papua katakanlah begitu, di tahun 2007 ketika saya masih jadi pengusaha, harga BBM di Wamena itu Rp25.000, Rp27.000 sampai Rp30.000. Bahkan kalau cuaca jelek, nggak bisa pesawat masuk, itu harga BBM bisa sampai dengan Rp35.000 waktu itu,” kata Bahlil dalam Acara Peresmian BBM Satu Harga di Wayame, Ambon, dikutip Kamis (19/12/2024).
Sementara, harga BBM di pulau Jawa atau di daerah-daerah lainnya di mana terdapat sumber-sumber minyak dan SPBU, pada saat itu hanya berkisar Rp 7.000 per liter. “Berapa puluh kali lipat itu coba bayangkan,” ujarnya.
Oleh sebab itu, keberlanjutan program BBM Satu Harga merupakan wujud nyata kehadiran negara dalam memberikan akses energi bagi masyarakat. Pasalnya, harga BBM di kota yang notabenenya subsidi akan sama dengan harga BBM yang di daerah-daerah sekalipun terpencil.
“Ini adalah sebagai bentuk upaya kehadiran pemerintah dalam menjamin ketersediaan bahan bakar,” kata Bahlil.
Ia pun menegaskan upaya nyata pemerintah dalam mengatasi ketimpangan ekonomi masyarakat di daerah 3T. “Presiden tidak ingin ada ketimpangan, baik Presiden terdahulu maupun Presiden Prabowo berpandangan bahwa urusan rakyat adalah yang paling utama untuk kita selesaikan untuk mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia,” tegasnya.
Keberadaan BBM Satu Harga, sambung Bahlil, diyakini mampu menstimulus perekonomian masyarakat daerah terpencil. Hal ini sejalan dengan target pemerintah dalam mencapai pertumbuhan ekonomi sebesar 8 persen.
“Tidak akan mungkin ada sebuah pertumbuhan ekonomi yang baik di daerah kalan tidak tersedianya BBM dengan harga yang terjangkau,” jelasnya.
Adapun, melalui peresmian 31 penyalur BBM Satu Harga ini, pemerintah telah berhasil menyelesaikan seluruh target pembangunan penyalur BBM Satu Harga sebanyak 583 titik sejak tahun 2017 hingga 2019.
Di tempat yang sama, Kepala Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) Erika Retnowati mencatat bahwa pembangunan penyalur BBM Satu Harga Tahun 2024 telah sesuai dengan rencana kerja pemerintah tahun 2024 yaitu sebanyak 71 penyalur.
“BPH Migas secara konsisten sejak tahun 2017 mengawal pelaksanaan pembangunan penyalur BBM Satu Harga agar target tersebut dapat tercapai di 583 titik” kata Erika.
Sebagai informasi, peresmian BBM Satu Harga tahap ke-2 tahun 2024 terbagi dalam beberapa kluster, yaitu:
1. Klaster Sumatera dan Kalimantan sebanyak 6 SPBU yang dipusatkan di Kabupaten Lima Puluh Kota, Provinsi Sumatera Barat
2. Klaster Nusa Tenggara dan Sulawesi sebanyak 6 SPBU yang dipusatkan di Kabupaten Kupang Provinsi Nusa Tenggara Timur
3. Klaster Maluku sebanyak 9 SPBU yang diresmikan di Integrated Terminal BBM PT Pertamina (Persero) Wayame Kota, Ambon Provinsi Maluku
4. Klaster Papua sebanyak 10 SPBU yang dipusatkan di Terminal BBM PT Pertamina (Persero) Kabupaten Fakfak, Provinsi Papua Barat.
Sementara itu, sebaran pembangunan penyalur BBM Satu Harga yang terselesaikan antara tahun 2017-2024, yaitu Pulau Sumatera terdapat 89 penyalur, Pulau Kalimantan (119 penyalur), Pulau Sulawesi (60 penyalur), Pulau Maluku dan Papua (208 penyalur), Pulau Nusa Tenggara (102 penyalur), Pulau Jawa dan Madura (3 Penyalur), serta Pulau Bali (2 Penyalur).