Rupiah Melemah, Dolar Sejengkal Lagi Tembus Rp 16.000

Money changer DolarAsia di kawasan Jalan Melawai Raya, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan. (CNBC Indonesia/Rosseno Aji Nugroho)

Nilai tukar rupiah terpuruk di hadapan dolar Amerika Serikat (AS) di tengah semakin memanasnya konflik Israel-Hizbullah serta wait and see data penting AS.

Melansir data Refinitiv, pada penutupan perdagangan Selasa (26/11/2024) rupiah ambles hingga 0,38% berada di level Rp15.925/US$. Sepanjang hari, nilai tukar rupiah berfluktuasi di rentang Rp15.939/US$ hingga Rp15.880/US$.

Pelemahan ini merupakan yang terdalam sejak 12 Agustus 2024 yang sebelumnya berada pada level Rp15.950/US$.

Bersamaan dengan pelemahan rupiah hari ini (25/11/2024) Indeks Dolar AS (DXY) alami penguatan hingga 0,28% tepat pukul 15.00 ke posisi 107.118. Kenaikan ini menjadi alasan kuat terpuruknya rupiah hari ini.

Selain tertekan oleh menguatnya indeks dolar AS, pelemahan rupiah hari ini juga imbas dari memanasnya konflik Israel-Hizbullah yang ditandai dengan adanya pengumuman gencatan senjata antara Hizbullah dengan Israel dalam kurun waktu kurang dari 36 jam kedepan.

Hal ini diumumkan secara langsung oleh Presiden AS Joe Biden dan Presiden Prancis Emmanuel Macron yang dianggap sebagai terobosan diplomatik penting setelah konflik panjang yang telah menelan ribuan korban jiwa.

John Kirby selaku Juru bicara keamanan nasional menyatakan bahwa kesepakatan semakin dekat meskipun masih ada beberapa langkah yang perlu diambil.

“Kami sangat mendorong agar ini segera tercapai,” kata Kirby, dilansir Reuters, Selasa (26/11/2024).

Sementara itu, kabinet Israel akan mengadakan pertemuan pada Selasa untuk menyetujui kesepakatan tersebut.

“Pertemuan ini bertujuan untuk memberikan persetujuan pada teks perjanjian,” kata seorang pejabat senior Israel.

Jika hal ini benar terjadi, maka harga komoditas berpotensi mengalami penurunan, seperti emas dan minyak dunia. Hal ini dapat berdampak terhadap emiten yang berhubungan dengan komoditas yang juga berpeluang mengalami depresiasi.

Di sisi lain, rilis data inflasi pengeluaran pribadi masyarakat AS atau PCE pada Rabu pekan ini juga menjadi sorotan publik, dimana angka inflasi diperkirakan lebih tinggi dibandingkan periode sebelumnya.

Berdasarkan penelitian konsensus, PCE periode Oktober 2024 akan meningkat menjadi 2,3% (year on year/yoy). Angka ini lebih tinggi dibandingkan periode September 2024 yang tercatat 2,1% yoy.

Jika hal ini benar terjadi, maka kenaikan ini dapat membuat bank sentral AS The Federal Reserve (The Fed) semakin ragu untuk memangkas suku bunganya pada pertemuan bulan depan dan berdampak kurang baik baik pada nilai tukar rupiah terhadap dolar AS yang berpotensi tertekan.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*