
Posisi Indonesia yang mendulang surplus dari perdagangan terhadap Amerika Serikat (AS) tidak serta-merta memberikan hal positif bagi Tanah Air. Hal ini terjadi karena Presiden AS, Donald Trump berkeinginan untuk melancarkan kebijakan kenaikan tarif terhadap mitra dagang mereka yang mencatat impor besar atau defisit dalam jumlah besar.
Dilansir dari census.gov, Indonesia tercatat sebagai negara yang memberikan defisit nomor 15 terbesar dengan jumlah US$17,9 miliar pada 2024 (hanya perdagangan barang).
Posisi Indonesia ini berada di bawah China, Meksiko, Vietnam, hingga Kanada, yang masing-masing berada diperingkat 1, 2, 3, dan 9.
Sebagai perbandingan, AS mengalami defisit perdagangan jauh lebih besar denganChina (US$295.4 miliar),Meksiko (US$171.8 miliar), danVietnam (US$123.5 miliar) disepanjang 2024.
Dengan kata lain, kendati AS mengimpor lebih banyak dari Indonesia dibanding ekspor yang dikirim ke sana, volume perdagangannya masih relatif keci dibandingkan negara-negara dengan hubungan rantai pasokan lebih dalam dengan AS, seperti China dan Meksiko.
Apa yang Paling Banyak Diekspor RI ke AS?
Data ekspor Indonesia ke AS sepanjang Januari-Desember 2024 menunjukkan bahwa produk-produk manufaktur dan tekstil mendominasi pengiriman ke Negeri Paman Sam.
Tren ini menunjukkan bahwa ekspor Indonesia ke AS masih didominasi oleh sektor manufaktur padat karya, khususnya tekstil, alas kaki, dan produk elektronik. Hal ini sejalan dengan posisi Indonesia sebagai salah satu pemain utama dalam industri fashion global serta pemasok elektronik untuk rantai pasokan AS.
Meskipun defisit perdagangan AS dengan Indonesia kecil dibandingkan negara lain, fakta bahwa AS lebih banyak mengimpor dari Indonesia tetap menjadi sinyal positif. Ini menandakan adanya permintaan tinggi terhadap produk-produk Indonesia di pasar AS.
Namun yang patut menjadi perhatian adalah soal rencana Trump yang ingin melancarkan kebijakan kenaikan tarif terhadap mitra dagang mereka yang mencatat impor besar atau defisit dalam jumlah besar.
Apabila Trump benar-benar melancarkan berbagai kebijakannya khususnya soal tarif, maka tidak menutup kemungkinan bahwa Indonesia menjadi salah satu negara yang terkena dampaknya. Alhasil, ekspor Indonesia ke AS berpotensi menjadi lebih mahal dan surplus neraca perdagangan yang diterima Indonesia menjadi lebih sedikit.