Pembangunan ekonomi inklusif, menurut Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas, adalah pertumbuhan ekonomi yang menciptakan akses dan kesempatan yang luas bagi seluruh lapisan masyarakat secara berkeadilan, meningkatkan kesejahteraan, dan mengurangi kesenjangan antarkelompok dan wilayah dengan tujuan untuk memastikan bahwa semua anggota masyarakat, terutama kelompok yang kurang beruntung, mendapatkan manfaat dari pertumbuhan ekonomi.
Hal ini tentunya menciptakan kesempatan yang setara dalam akses terhadap sumber daya, pekerjaan, pendidikan, dan layanan kesehatan. Beberapa elemen penting dari pembangunan ekonomi inklusif meliputi pertumbuhan dan perkembangan ekonomi, pemerataan pendapatan dan pengurangan kemiskinan serta perluasan akses dan kesempatan.
Pertumbuhan ekonomi yang tinggi merupakan salah satu syarat mutlak sebuah pembangunan ekonomi yang inklusif. Pertumbuhan ekonomi menggambarkan aktivitas ekonomi ataupun pemenuhan kebutuhan sehari-hari di masyarakat.
Pembangunan ekonomi inklusif juga harus memastikan adanya pemerataan ekonomi ke seluruh lapisan masyarakat, ketimpangan dari sisi pendapatan, gender, maupun wilayah harus dihapuskan serta adanya perluasan akses dan kesempatan yang ditandai dengan sumber daya manusia yang lebih berkualitas dan sejahtera yang di kemudian hari dapat berkontribusi pada pembangunan ekonomi yang lebih tinggi dan inklusif.
Pembangunan ekonomi inklusif berhubungan erat dengan ekonomi hijau dan biru karena ketiganya bertujuan untuk menciptakan keberlanjutan. Ekonomi hijau fokus pada pengurangan dampak lingkungan, sedangkan ekonomi biru menekankan pengelolaan sumber daya laut secara berkelanjutan.
Dengan mengintegrasikan prinsip inklusivitas, kedua pendekatan ini dapat memastikan bahwa manfaat dari praktik ramah lingkungan dan kelautan dirasakan oleh semua kelompok masyarakat, terutama yang rentan.
Ekonomi hijau adalah suatu konsep ekonomi yang bertujuan untuk mencapai pembangunan berkelanjutan dengan meminimalkan dampak negatif terhadap lingkungan. Hal ini mencakup pengembangan dan penerapan praktik serta teknologi yang ramah lingkungan, yang dapat meningkatkan kualitas hidup manusia tentunya juga dengan melindungi ekosistem.
Beberapa ciri utama dari ekonomi hijau antara lain pengurangan emisi, efisiensi sumber daya, energi terbarukan, pertanian berkelanjutan serta pengelolaan sumber daya alam.
Konsep ekonomi biru muncul sejak awal tahun 2000-an ketika pembangunan berkelanjutan mulai memperoleh perhatian global. Istilah ekonomi biru pertama kali dicetuskan oleh Gunter Pauli.
Ekonomi biru, atau yang juga dikenal sebagai ekonomi laut atau ekonomi maritim merujuk pada pemanfaatan sumber daya laut secara berkelanjutan untuk peningkatan ekonomi, perbaikan kehidupan masyarakat, serta kesehatan ekosistem laut. Ekonomi biru meliputi beberapa sektor, yaitu perikanan, akuakultur, pelayaran, energi, pariwisata, dan bioteknologi kelautan.
Perkembangan Ekonomi Provinsi Sulawesi Barat
Berdasarkan data dari laman web Badan Pusat Statistik Provinsi, pertumbuhan ekonomi Sulawesi Barat (Sulbar) pada triwulan II 2024 tumbuh 4,30% (yoy). Capaian ini lebih rendah apabila dibandingkan dengan triwulan I 2024 sebesar 6,02% (yoy).
Sumber pertumbuhan ekonomi terbesar terjadi pada kategori pertanian, kehutanan, dan perikanan. Struktur perekonomian Sulawesi Barat terdiri dari pertanian 46,46%, industri pengolahan 10,39%, perdagangan 10,05%, administrasi pemerintahan 6,62%, konstruksi 6,52%, dan lainnya 19,96%.
Namun demikian, capaian pertumbuhan ekonomi Sulawesi Barat pada triwulan II 2024 sebesar 4,30% apabila dibandingkan dengan provinsi lain di Pulau Sulawesi masih agak tertinggal.
Sulawesi Tengah menjadi provinsi dengan pertumbuhan ekonomi tertinggi sebesar 9,75% disusul Sulawesi Tenggara 5,54%, Sulawesi Utara 5,13%, Sulawesi Selatan 4,98%, Sulawesi Barat 4,30% dan terakhir Gorontalo 3,82%. Capaian ini pun juga masih di bawah average capaian Pulau Sulawesi sebesar 6,07% dan nasional sebesar 5,05%.